

Di Piala Dunia kali ini, salah satu contoh kegagalan sepakbola indah adalah ketika Spanyol dibekuk Swiss 0-1, Rabu (16/6/2010) malam WIB. Selanjutnya pelatih La Furia Roja Vicente del Bosque mengeluhkan taktik bertahan yang diterapkan anak buah Ottmar Hitzfeld.
Sepakbola pragmatis telah beberapa kali menunjukkan khasiatnya. Bahkan Brasil di bawah asuhan Dunga juga siap meninggalkan joga bonito yang selama ini menjadi khas permainan mereka.
Sepakbola pragmatis memang bisa menjadi pilihan bagi tim yang menjalani turnamen dalam waktu pendek semacam Piala Dunia.
"Di Spanyol dan Italia, mereka memang senang bila tim bisa menang dengan sepakbola indah. Tapi andai kemenangan diraih tanpa sepakbola indah, itu masih bisa diterima," kata gelandang Belanda Wesley Sneijder di Reuters.
�
"Kami paham apa yang diharapkan para pendukung kepada kami, dan kami bisa melakukannya lebih baik lagi. Tapi saya pribadi tidak bisa ingat kapan ada tim yang bisa bermain fantastis dalam 6-7 laga di turnamen Piala Dunia atau Euro," lanjut pemain Inter Milan itu.
Apakah ini berarti sepakbola indah mulai ditinggalkan? Bila ditanyakan kepada Belanda, jawabannya tidak. Para pilar Oranye menyatakan bahwa mereka siap menjaga mazhab total football yang mereka anut.
"Kami bermain demi penonton. Kami tidak bertahan secara agresif untuk meraih kemenangan dengan skor besar seperti yang dilakukan Jerman. Memang sepakbola secara bertahap akan berubah. Tapi kami mengatakan bahwa joga bonito ala Belanda harus tetap utuh," tukas gelandang Rafael van der Vaart seperti dikutip dari situs resmi klubnya, Real Madrid.