

”Mereka telantar itu fakta, padahal banyak potensi mereka yang belum optimal. Kami mencoba dorong klub untuk memakai tenaga mereka. Hal ini sudah kami sampaikan pada Liga,” ujar Ketua Umum PSSI Nurdin Halid di Jakarta.
Jika kebijakan ini berjalan lancar, maka setidaknya Indonesia memiliki 54 pemain U-23 beredar di ISL. Dengan begitu, PSSI atau Badan Tim Nasional (BTN) tak lagi mengeluhkan mencari bahan baku dari Timnas U-23.
Dengan cara ini, opsi training center (TC) jangka panjang akan menjadi opsi terakhir. Sebab, pemain sudah tertempat mental dan kualitasnya di kompetisi nasional level tertinggi. Maklum, ketertarikan pelatih kepada pemain muda usia selama ini hanya dipakai pelengkap alias pajangan di bench.
Sriwijaya FC misalnya. Tim asal Palembang itu koleksi enam pemain di bawah 23 tahun. Tapi, hanya Bobby Satria yang memiliki menit main terbanyak yakni 785 menit atau 28 persen. Sisanya, AA Ngurah Nanak (21 th) main 123 menit (4%), Andritany Ardhiyasa (18 th) merumput 90 menit (3%), Amirul Mukminin (23 th) tampil 4 menit. Sementara, Imam Suprapto (21 th) dan Andi Irawan (20 th) tak pernah dimainkan.
Rekor menit terbanyak untuk pemain muda dipegang Kurnia Meiga (19 th). Kiper Arema Malang ini tampil 1.800 menit (71%). Selanjutnya, diikuti pemain Persiwa Fendry Mofu (20 th) dengan menit main 1.619. ”Tapi untuk kuota pemain asing tetap lima dan itu sudah menjadi keputusan untuk musim depan. Ini bukan kewajiban, kami minta klub realistis,’’ ungkap Nurdin. Saat ini, dari 467 nama yang beredar di ISL, setidaknya 17 persen dikuasai pemain asing.
Bagaimana tanggapan PT Liga Indonesia? ”Kuota khusus bagi pemain muda sebenarnya cukup positif. Tapi untuk pemain muda punya level kompetisi sendiri ISL U-21. Kebijakan itu tak bisa dipaksakan karena ini terkait dengan taktik dan strategi pelatih di lapangan,” ujar Presdir PT Liga Indonesia Andi Darussalam Tabusalla.